Ramadhan
Sumber: www.pixabay.com


Post terakhir blog ini tercatat tanggal 07 September 2020. Masha Allah sudah setengah tahun lebih tidak disentuh. Keriwuhan akhir tahun dengan urusan pribadi, kemudian dilanjutkan dengan berbagai kejutan deadline kerjaan yang bertubi-tubi berdampak juga pada jatah waktu dan konsentrasi untuk mengelola blog ini. Namun, apapun dan bagaimana pun blog ini tidak akan pernah ditinggalkan.
Blog ini adalah rumah sekaligus ladang virtual yang harus terus dirawat. Ada asa, mimpi, cita-cita dan cinta yang tersimpan rapi di sini. Ada lorong-lorong impian masa depan yang juga diselipkan di sini. Mohon doanya ya sahabat semoga saya bisa terus istiqomah menulis dan berbagi melalui blog ini. Mohon doanya agar selalu Allah beri ilham untuk menghasilkan tulisan-tulisan bermanfaat bagi pembaca.
Okey sahabat, Ramadhan tahun ini ada yang beda bagi saya. Ada warna baru yang dihadirkan Allah dalam hidup ini, dengan kehadiran laki-laki pilihan Allah yang mengucapkan janji suci di majlis akad nikah pada 19 Desember 2020 yang lalu. Ramadhan pertama dengan status sebagai seorang istri, masha Allah. Sebuah anugerah besar, sekaligus amanah dan tanggung jawab yang besar juga.
Ramadhan dengan status sebagai seorang istri tentunya berbeda. Ada tanggung jawab dan kewajiban baru yang menyertai hari-hari. Ada suami yang perlu dilayani dan diurusi kebutuhannya. Namun di sisi lain juga ada rasa bahagia dan ketenangan yang menyertai. Berumah tangga memang memberikan warna berbeda. Nuansa Ramadhan tidak lagi bisa sama seperti Ramadhan sebelumnya, terlebih dengan semua jalan cerita hidup yang kami pilih sekarang.

Ramadhan Di Rumah Kontrakan

Alhamdulillah satu bulan sebelum Ramadhan kami sudah mendiami rumah kontrakan baru. Tinggal berdua saja di sini, tepisah dari orang tua dan keluarga. Belajar untuk mandiri dan bertanggungjawab dengan kehidupan rumah tangga yang sudah dibangun berdua. Sejak awal menikah saya dan suami memang sudah berkomitmen untuk tinggal terpisah dari orang tua, bagaimanapun kondisinya. Kami ingin memulai kehidupan rumah tangga dengan kaki dan tangan kami sendiri. Sesulit apapun jalan itu, yakin dan percaya ada Allah yang maha mencukupi. 
Dan Ramadhan kali ini kami lewati berdua di rumah kontrakan. Beda, sudah pasti beda. Karena sekarang hari-hari Ramadhan dilewati bersama orang yang berbeda dan tanggung jawab yang berbeda. Jika Ramadhan sebelumnya tidak perlu mikir nanti buka apa dan sahur makan apa? Waktunya sahur dan berbuka semua sudah tersaji dengan lengkap di hidangan. Ada ibunda tercinta yang selalu sigap dan cekatan menyajikan semua menu itu sebelumnya. Sekarang? Tentunya jadi berbeda. Tanggung jawab untuk menyediakan menu sahur dan berbuka berada di tangan kita. Jadi, setiap hari menu sahur dan berbuka menjadi rincian wajib yang harus dipikirkan.
Ribet? Ah tidak juga, justru menjadi kesenangan baru yang sangat disyukuri. Merancang dan mengolah menu sahur dan berbuka bersama yang tercinta sekarang menjadi rutinitas harian. Romantisme mana lagi yang perlu didustakan?

Ramadhan dengan Setumpuk Deadline Kerjaan

Yes, Ramadhan kali ini bertepatan dengan jadwal pemukhtahiran dan input data verifikasi komitmen KPM PKH dampingi. Jadinya, hari-hari pun dilewati dengan aktivitas input data dari pagi hingga sore. Fix selama Ramadhan aktivitas lapangan dikurangi. Semua kegiatan Pertemuan Kelompok (PK) PKH sudah diselesaikan sebelum Ramadhan. Akhir april juga disibukkan dengan perbaikan data KPM di SIKS-NG, deadline kerjaan seperti timpa menimpa. Sempat bikin stress, namun sangat bersyukur sekali semua bisa dilewati dengan baik.
meski deadline pekerjaan padat merayap, namun saya sangat bersyukur sekali karena semua bisa dikerjakan dari rumah. Work from home, alhamdulillah fleksibelitas pekerjaan sebagai pendamping sosial PKH adalah suatu hal yang sangat saya syukuri. Terlebih di bulan Ramadhan, di mana fisik sudah pasti cenderung lebih lemah saat berpuasa. Bekerja dari rumah memberi saya kenyamanan dan keleluasaan dalam menyelesaikan tugas dengan baik.

Ramadhan ini Kembali Belajar Bercocok Tanam

Menjatuhkan pilihan pada bidang pertanian saat memilih jurusan di perguruan tinggi dulunya, bukan tanpa alasan. Meski tidak begitu terampil bercocok tanam, namun tanaman dan alam adalah dua hal yang sangat disukai. Sangat senang bermain dan menyatu dengan alam.
Alhamdulillah, Allah sambut semua minat dan kecintaan dengan mempertemukan saya dengan laki-laki yang juga sangat menjiwai pertanian.
"Pertanian adalah jiwa saya," ungkapnya ketika saya tanya minatnya untuk berikhtiar di dunia pertanian saat kami masih proses ta'aruf.
Ungkapan yang kemudian semakin memantapkan hati saya untuk menerimanya menjadi partner sehidup sesurga. Dan sekarang kami bersama untuk berikhtiar mengembangkan pertanian organik dari nol. Benar-benar dari nol! Berbekal sedikit lahan yang dipinjamkan oleh orang-orang baik hati yang dihadirkan Allah di sekeling kami.
Allah benar-benar Maha Baik pada kami. Ia menitipkan semua kebaikannya di hati hamba-hamba-Nya yang sholeh yang ada di sekeliling kami. Di sini kami mendapatkan begitu banyak kemudahan. Orang-orang yang belum kami kenal sebelumnya di sini begitu ringan sekali menawarkan kebaikan demi kebaikannya kepada kami, bahkan tanpa kami minta sekalipun. Pada mereka kami melihat kebaikan Allah dan kasih sayang Allah dititipkan begitu banyak.
Dan di Ramadhan inilah saya kembali belajar bercocok tanam. Kali ini tidak lagi belajar teori sebagaimana dulu saat kuliah. Namun, langsung praktek lapangan menanam benih yang kami punya. Gagal coba lagi, gagal lagi dan coba lagi. Menyingkirkan semua rasa malas, malu dan takut. Yang ada hanya keinginan untuk terus mencoba, pantang menyerah untuk bercocok tanam organik. Saya percaya, ketika kami terus menanam maka akan ada masanya kami panen. Dan alhamdulillah, Ramadhan ini kami sudah panen kangkung dan kacang panjang organik berkali-kali. Alhamdulillah nikmat Tuhan Mana lagi yang pantas didustakan?

Ramadhan dalam Kepungan Pandemi

Pandemi Covid-19 masih belum berakhir. Disiplin menjalani protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan pakai sabun dan menghindari kerumunan masih harus diterapkan. Namun sayangnya, semakin hari masyarakat semakin abai dengan protokol kesehatan. Padahal angka penyebaran Covid-19 yang dirilis pemerintah terus meningkat tajam.
Kejenuhan masyarakat dengan beragam informasi seputar Covid-19 menjadi salah satu faktor pemicu keacuhan tersebut. Namun bagi saya, Ramadhan di tengah pandemi ini tetap beda. Ramadhan dalam kepungan pandemi, mengingatkan kita betapa kematian itu begitu dekat. Dalam bulan Ramadhan ini saja, berita duka silih berganti menghampiri. Baik kematian mereka yang dekta di mata maupun yang jauh hanya terdengar di berita. Tak sedikit juga diantaranya meninggal setelah terpapar virus Covid-19.

Ramadhan tahun ini memang ada yang beda. Namun, bagaimana pun warna Ramadhanmu tahun ini, tetaplah jalani dengan bahagia dan penuh syukur. Nun jauh di sana, di negeri para syuhada, saudara-saudara kita melwati Ramadhan dengan darah dan air mata. Tidak seperti anak-anak kita yang melewati akhir Ramadhan dengan letusan bedil dan percikan kembang api. Anak-anak mereka di sana melewati akhir Ramadhan di tengah desingan peluru dan dentuman meriam. Astagfirullah. Doa terbaik dan sedekah terbaik mari kita kirimkan untuk Palestina. Al Fatihah.

0 Comments