Menjaga komitmen memang tidak mudah. Untuk  kedua kalinya hampir mangkir dari komitmen untuk one day one post di blog ini. Demi menjaga komitmen yang sudah dibuat, pagi ini saya mencoba menulis postingan ini.
Meski awalnya blank mau nulis apa, tapi azam sudah ditancapkan. Saya tetap harus menulis, walau hanya beberapa paragraf saja. Tapi menulis tentang apa?
Jangan bingung..., jangan bingung..., please jangan blank....! Bukankah ide itu ada di mana-mana. Bahkan hanya dengan mengalihkan sedikit pandangan kita ke tempat yang berbeda, ada ide yang sudah menunggu untuk dieksekusi. Buka mata, buka telinga dan buka hati! Lihat, dengar, dan rasakan! Ada banyak hikmah dan pelajaran yang bisa diikat dan bagikan pada yang lainnya.
Itulah yang saya lakukan pagi ini. Berawal dari membuka file dokumen foto pribadi dan mata saya langsung tertuju pada foto pohon ceri di atas. Ini merupakan batang pohon ceri yang tumbuh tepat di depan rumah. Menaungi sebagia halaman dan badan jalan kecil yang ada di sana. Setiap hari, pohon ini selalu menjadi tempat bermain anak-anak. Ada saja anak-anak kecil yang menaiki pohonnya. Mereka bergelantungan di dahannya untuk mengambil buah ceri yang manis atau sekedar bermain di sana.
Saya sangat ingat, pohon ini ditanam oleh Emak. Awalnya saya sempat tidak suka ketika Emak ingin menanamnya. Saya tahu pohon ini memiliki daun yang sangat lebat. Itu artinya, jika ia tumbuh besar, akan membuat halaman rumah kami menjadi kotor. Perlu kerja ekstra setiap hari untuk membersihkannya. Saya pikir, dari pada pohon ceri mendingan pohon mangga. Buahnya lebih besar, manis, elit dan sampah yang dihasilkannya tidak sebanyak pohon ceri.
Tapi rupanya Emak punya pemikiran lain. Beliau tetap bersikukuh menanam pohon itu. 
"Anak-anak pasti suka," kata Emak waktu itu.
Anak-anak? Padahal rumah kami tidak memilki anak-anak kecil. Anak-anak mana yang dimaksud Emak? Tapi, ya sudahlah. Biarkan Emak melakukan apa yang diinginkannya.
Seiring waktu, pohon ceri itu tumbuh dengan subur. Buahnya pun mulai muncul di setiap rantingnya yang lebat. Buahnya bulat kecil dan manis. Disenangi oleh siapapun yang kebetulan mampir ke rumah, apalagi anak-anak.
Ternyata Emak benar, anak-anak pasti suka! Semenjak pohon ceri itu berbuah, halaman rumah kami yang biasanya sepi selalu ramai. Ada saja anak-anak yang bermain dan berteriak minta buah ceri. Ya, pohon ceri ini termasuk tanaman yang berbuah sepanjang musim. Setiap hari ada saja buahnya yang matang, seperti tidak ada habisnya.
Sekarang rumah kami yang biasanya sepi dari suara anak-anak, tidak lagi sesepi dulu. Karena selalu aja ada suara kecil yang menyapa dari pokok pohon ceri. Suara tawa dan teriakan mereka menjadi warna baru bagi rumah kami. Tidak hanya suara anak-anak. Suara burung-burung kecil juga ramai terdengar. Rupanya, buah ceri juga menjadi makanan favorit burung-burung kecil tersebut.
Pohon ceri memang bukan pohon elit yang menjadi favorit semua orang. Buah yang dihasilkannya juga sangat mustahil dijual untuk menghasilkan mater. Namun, pohon ini memberi kami lebih dari sekedar materi. Ada keceriaan dan kebahagiaan yang dihadirkannya untuk kami. Hijau daunnnya mampu menyejukkan pandangan. Manis buahnya telah mengundang tamu-tamu kecil yang selalu mampu menghadirkan senyum di wajah kami.
Memang tidak ada yang sia-sia dari sebuah niat baik. Kebaikan selalu akan melahirkan kebaikan-kebaikan baru. Syukur tak terkira untuk sebuah kebahagiaan kecil ini.

1 Comments

Tinggalkan Komen Ya!